LAPORAN PRAKTIKUM
FARMAKOLOGI
CARA PEMBERIAN OBAT PHENOBARBITAL
SECARA SUBKUTAN

Disusun
Oleh :
Ajeng
Wijayani ( 13.03?? )
Eliya
Ulfa ( 13.03?? )
Fifi
Afilia ( 13.03?? )
Noviana ( 13.03?? )
Veni
Ardiyani ( 13.0340 )
Tanggal Praktikum :
2 April 2014
Hari Praktikum :
Rabu
Dosen Pembimbing :
Paulina Maya Octasari, S. Farm., Apt
Ella
Wahyu Ferbiana, S. Farm., Apt
LABORATORIUM FARMAKOLOGI
AKADEMI FARMASI THERESIANA
SEMARANG
2014
CARA PEMBERIAN OBAT PHENOBARBITAL
SECARA SUBKUTAN
I.
TUJUAN
PRAKTIKUM
1. Mahasiswa
mampu mengenal cara dan rute pemberian obat phenobarbital secara subkutan.
2. Mahasiswa
mampu memahami konsekuensi praktis dari pengaruh rute pemberian obat
phenobarbital secara subkutan.
3. Mahasiswa
mampu mengenal manifestasi berbagai efek obat yang diberikan.
II.
DASAR
TEORI
Dalam
melakukan suatu penelitian, dibutuhkan suatu hewan percobaan. Salah satu hewan
percobaan yang sering digunakan adalah mencit ( Mus musculus ). Mencit banyak
digunakan dalam berbagai bidang penelitian ilmiah. Morfologi mencit yang kecil
tampak praktis sehingga dalam ruangan yang relative kecil dapat dipelihara atau
digunakan untuk penelitian dalam jumlah banyak (Sihombing, 2010).
Rute pemberian obat
menentukan jumlah dan kecepatan obat masuk ke dalam tubuh, sehingga merupakan
penentu keberhasilan terapi atau kemungkinan timbulnya efek yang merugikan.
Rute pemberian obat dibagi menjadi dua yaitu internal dan parenteral (Priyanto,
2008).
Jalur internal berarti
pemberian obat melalui saluran gastrointestinal, seperti pemberian obat melalui
sublingual, bukal, rektal, dan oral. Pemberian obat oral paling banyak
digunakan karena paling mudah, murah, dan aman. Kerugiannya adalah absorbsinya
lambat, tidak dapat diberikan kepada pasien yang tidak sadar, atau tidak dapat
menelan (Priyanto, 2008).
Jalur parenteral berarti
tidak melalui gastrointestinal. Termasuk jalur parenteral adalah transdermal
(topikal), injeksi, endotrakeal, dan inhalasi. Pemberian obat melalui jalur ini
dapat menimbulkan efek sistemik atau lokal (Priyanto, 2008).
Cara pemberian obat melalui
parenteral tertentu seperti intradermal, intramuscular, subkutan, dan
intraperitoneal melibatkan proses penyerapan obat yang berbeda-beda. Proses
penyerapan dasar penting dalam menentukan aktifitas farmakologis obat.
Kegagalan atau kehilangan obat selama proses penyerapan akan mempengaruhi
aktifitas obat dan menyebabkan kegagalan pengobatan (Tjay dan Rahardja, 2002).
III.
ALAT
dan BAHAN
ALAT
|
BAHAN
|
Spuit
![]() |
Larutan
Luminal Natrium 1%
|
Beaker glass
|
Mencit Jantan galur
Swiss
|
Jarum
|
Larutan NaCl
|
Labu takar
|
IV.
CARA
KERJA
a.
Pembuatan
Larutan Stok ( Larutan Luminal Natrium )
Hitung konsentrasi
larutan stok
Dosis Phenobarbital :
30 – 120 mg ( Drug Information Handbook )
i.
Dosis untuk
manusia 70 kg =
x ( 30 – 120 mg ) = 42 – 168 mg

ii.
Dosis untuk mencit 20
gram
= 0,0026 x ( 42 – 168 mg ) = 0,1092 – 0,4368
mg
Dosis yang diambil
untuk perhitungan konsentrasi larutan
= ( 0,1092+0,4368) / 2
= 0,273 mg
iii. Konsentrasi larutan : D x
BB = C x V
=
x 38 g = C x 0,5 ml

= 0,52 mg = C x 0,5 ml
C =
= 1,04 mg / ml ( 1 mg/ml )

iv. Pembuatan 50 ml larutan stok :
V1. C1
= V2. C2
50 ml . 1 = V2 . 100
50 ml = V2 . 100
V2 =
= 0,5 ml

Luminal 0,5 ml ad 50 ml
NaCl
Dipipet Luminal
sebanyak 0,5 ml → labu takar 50 ml
↓
Ditambahkan NaCl
→ labu takar 50 ml hingga tanda
Larutan NaCl untuk hewan uji
sebagai kontrol negatif :
Dipipet NaCl
sebanyak 2 ml → vial
b.
Prosedur pemberian phenobarbital kedalam hewan uji
Dipegang mencit
pada tengkuknya
↓
Disuntikkan
larutan phenobarbital kedalam jaringan kulit didaerah tengkuk pada mencit
c.
Pengamatan hewan uji
Dicatat waktu
pemberian obat pada hewan uji, mulai timbulnya efek ( onset ) dan hilangnya
efek ( durasi )
Efek yang
diamati diantaranya :
a)
Aktifitas
spontan dari respon terhadap rangsangan/stimulus pada keadaan normal.
b)
Perubahan
aktifitas baik spontan maupun distimulasi.
c)
Usaha untuk
menegakkan diri tidak berhasil.
d)
Diam, tidak
bergerak, usaha untuk menegakkan diri tidak lagi dicoba.
e)
Catat waktu
hingga mencit sadar.
V.
HASIL
dan PENGOLAHAN DATA SERTA GRAFIK
Volume pemberian obat
phenobarbital tiap mencit :

D x BB = C x Vp
D = Dosis untuk mencit/hewan uji ( mg/g ) BB
= Berat badan tiap mencit/hewan uji ( gram ) C = konsentrasi larutan stok ( mg/ml) Vp
= Volume pemberian ( ml )
1.
x 28,0 g = 1 mg/ml x Vp

Vp = 0,38 ml
2.
x 22,7 g = 1 mg/ml x Vp

Vp = 0,31 ml
3.
x 26,6 g = 1 mg/ml x Vp

Vp = 0,36 ml
4.
x 24,9 g = 1 mg/ml x Vp

Vp = 0,34 ml
5.
x 33,2 g = 1 mg/ml x Vp

Vp = 0,45 ml → kontrol
negatif ( 0,25 ml NaCl )
Hewan
uji
|
Onset
|
Durasi
|
Kontrol
negatif
|
0
menit
|
0
menit
|
R
1
|
18.03-18.15(12
menit)
|
18.15-18.41(26
menit)
|
R
2
|
17.52-18.14(22
menit)
|
18.14
![]() |
R
3
|
17.58-18.20(22
menit)
|
18.20
![]() |
R
4
|
17.54-18.14(20
menit)
|
18.14
![]() |





VI.
PEMBAHASAN
Pada
praktikum ini dilakukan pengamatan cara pemberian obat phenobarbital secara
subkutan, dilakukan dengan cara disuntikkan kedalam jaringan kulit didaerah
tengkuk pada hewan uji yang akan kita gunakan yaitu menggunakan mencit jantan. Pengamatan
ini tidak menggunakan mencit betina karena pada mencit betina mengalami siklus
menstruasi. Perbedaan hormon saat
menstrusi pada mencit betina dapat mempengaruhi efek obat pada mencit, oleh karena itu kita menggunakan mencit jantan yang
tidak memiliki siklus menstruasi dan kapanpun bisa kita gunakan untuk bahan
pengamatan tanpa memikirkan siklus yang dialami hewan uji. Mencit sering
digunakan sebagai hewan percobaan dalam praktikum farmakologi dalam berbagai
bentuk percobaan. Hal ini dikarenakan mencit memiliki sistem metabolisme yang
sangat cepat diantara hewan yang lain, sehingga dapat menghasilkan efek yang
cepat dan tidak perlu menunggu timbulnya efek dan hilangnya efek dalam jangka
waktu yang lama saat melakukan pengamatan dengan berbagai rute pemberian obat. Selain
itu mencit adalah salah satu hewan yang mudah ditangani, mudah dipelihara
dengan memiliki karakteristik yang mudah ditangani, bersifat penakut, fotofobik, cenderung berkumpul dengan
sesamanya, bersembunyi dan dan lebih aktif beraktifitas pada malam hari.
Sebelum dilakukan pengamatan, hewan uji terlebih dahulu dipuasakan selama ±24
jam, hal ini bertujuan agar obat yang diberikan pada mencit/hewan uji tidak
terganggu absorbsinya dalam saluran pencernaan, sehingga reaksi lebih cepat
ditimbulkan.
Sebelum
kita menentukan volume pemberian untuk tiap mencit/hewan uji, kita terlebih
dahulu menimbang berat badan dari tiap mencit/hewan uji. Karena dosis yang
diberikan tiap mencit akan berbeda-beda, tergantung dari berat yang dimiliki
tiap mencit. Pada kelompok kami, mencit/hewan uji yang memiliki berat badan
terbesar kita gunakan sebagai hewan kontrol negatif. Hewan uji/mencit yang
digunakan sebagai kontrol negatif, hanya diberikan 0,25 ml NaCl ( Natrium
Chlorida ). NaCl digunakan sebagai larutan
pembawa karena pada penyuntikan sediaan harus isotonis dengan cairan tubuh.
Karena jika tidak isotonis maka akan mempengaruhi penyerapan obat dalam tubuh,
sehingga efek yang diharapkan tidak dapat muncul, tidak hanya itu tetapi juga dapat menimbulkan rasa sakit,
sel-sel sekitar penyuntikan dapat rusak. Isotonis adalah suatu keadaan dimana tekanan osmotis larutan
obat yang sama dengan tekanan osmotis cairan tubuh kita. Sedangkan pH
sebaiknya netral, tujuannya untuk mengurangi iritasi jaringan dan mencegah
kemungkinan terjadinya nekrosis (mengendornya kulit).
Fenobarbital,
asam 5,5-fenil-etil barbiturate merupakan senyawa organik pertama yang
digunakan dalam pengobatan antikonvulsi. Kerjanya membatasi penjalaran
aktivitas bangkitan dan menaikkan ambang rangsang. Efek utama barbiturat ialah
depresi SSP. Semua tingkat depresi dapat dicapai mulai dari sedasi, hipnosis,
berbagai tingkat anesthesia, koma, sampai dengan kematian. Efek hipnotik
barbiturate dapat dicapai dalam waktu 20-60 menit dengan dosis hipnotik.
Tidurnya merupakan tidur fisiologis, tidak disertai mimpi yang mengganggu
(Ganiswara, 1995).
Barbiturat secara oral diabsorbsi cepat dan sempurna. Bentuk
garam natrium lebih cepat diabsorbsi dari bentuk asamnya. Mula kerja bervariasi
antara 10-60 menit, bergantung kepada zat serta formula sediaan dan dihambat
oleh adanya makanan didalam lambung. Barbiturat didistribusi secara luas dan
dapat lewat plasenta, ikatan dengan PP sesuai dengan kelarutannya dalam lemak,
thiopental yang terbesar, terikat lebih dari 65%. Kira-kira 25% fenobarbital
dan hampir semua aprobarbital diekskresi kedalam urin dalam bentuk utuh
(Ganiswara, 1995).
Pemberian obat subkutan adalah pemberian obat melalui suntikan ke
area bawah kulit yaitu pada jaringan konektif atau lemak di bawah dermis. Injeksi
subkutan dilakukan dengan menyuntikan jarum menyudut 45 derajat dari permukaan
kulit. Kulit sebaiknya sedikit dicubit untuk menjauhkan jaringan subkutis dari
jaringan otot. Pemberian obat melalui
subkutan ini umumnya dilakukan dalam program pemberian insulin yang digunakan
untuk mengontrol kadar gula darah. Tehnik ini digunakan
apabila kita ingin obat yang disuntikan akan diabsorbsi oleh tubuh dengan pelan
dan berdurasi panjang (slow and sustained absorption). (Aziz,2006)
Tujuan dari injeksi subkutan ini adalah agar obat dapat
menyebar dan diserap secara perlahan-lahan. Banyak
jenis obat yang diberikan secara subcutan atau tepat dibawah kulit diantaranya
vaksin,obat prabedah, narkotik, insulin, dan heparin. Tempat terbaik
untuk injeksi subkutan meliputi area vaskular disekitar bagian luar lengan
atas, abdomen batas bawah kosta sampai krista iliaka,dan bagian anterior paha. Dibandingkan
dengan injeksi intraperitonial dan per oral yang telah kita lakukan pengamatan
sebelumnya, subkutan ini absorpsinya relatif lebih lambat dibandingkan intra
peritonial, namun lebih cepat dibandingkan per oral. Hal ini dikarenakan pada
subkutan pelepasan zat aktifnya perlahan-lahan, sedangkan pada intra peritonial
tepatnya pada rongga peritoneum mempunyai
permukaan absorbsi yang sangat luas sehingga obat
dapat masuk kedalam sirkulasi sistemik secara cepat. Namun, pada rute pemberian
per oral relatif lebih lambat absorpsinya dikarenakan melewati rute yang sangat
panjang, oleh karena itu obat tidak dapat langsung diabsorpsi secara cepat.
Dari setiap rute
pemberian obat memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Dan pada
rute pemberian obat phenobarbital secara subkutan ini memiliki kelebihan
diantaranya absorpsinya lebih cepat dibandingkan secara peroral dan dapat
digunakan untuk obat yang rusak oleh enzim pencernaan, dan untuk obat dengan
pelepasan yang perlahan-lahan dan lama. Subkutan juga memiliki kekurangan yang
perlu kita ketahui, yaitu harus menggunakan teknik steril,
lebih mahal dibandingkan oral, hanya dapat diberikan dalam volume kecil, lebih
lambat dibandingkan pemberian intraperitonial, dapat menyebabkan
ansietas(kecemasan yang berlebihan dan lebih bersifat subyektif), serta rasa sakit dan kerusakan kulit. Kerugian lain yang
rentan ditimbulkan pada subkutan adalah sekali digunakan, obat dengan segera menuju ke organ targetnya. Jika pasien
hipersensitivitas terhadap obat atau overdosis setelah penggunaan, efeknya
sulit untuk dikembalikan lagi. Pemberian beberapa bahan melalui kulit membutuhkan perhatian sebab udara
atau mikroorganisme dapat masuk ke dalam tubuh. Efek sampingnya dapat berupa
reaksi phlebitis, pada bagian yang diinjeksikan. Phlebitis adalah peradangan pada
dinding pembuluh darah.
Efek yang diamati pada praktikum ini adalah onset dan durasi.
Yang dinamakan dengan onset yakni waktu dari awal pemberian obat sampai mencit
itu tertidur atau tidak bergerak dengan adanya gangguan lain. Sedangkan durasi
yaitu waktu lamanya mencit itu tertidur sampai bangun lagi. Dari hasil pengamatan yang telah kami lakukan, didapatkan
mencit yang digunakan sebagai kontrol negatif tidak mengalami onset dan durasi,
karena pada mencit ini hanya diberikan larutan NaCl tanpa zat aktif. Dan pada mencit
R 1 mengalami onset lebih cepat dibandingkan mencit yang lainnya. Hal ini dapat
dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal dari hewan uji yaitu keadaan lingkungan,
kebersihan kandang, dan cara perlakuan hewan
uji juga mempengaruhi efek obat yang ditimbulkan. Namun, rata-rata onset atau efek yang ditimbulkan tidak
jauh berbeda yaitu berkisaran ±20 menit. Dan durasi yang dihasilkan dari tiap
mencit pun berbeda, dari mencit R1 yang mengalami durasi paling cepat
dibandingkan mencit yang lain, hal ini mungkin dikarenakan faktor kebisingan
dan kondisi dari hewan uji itu sendiri. Karena dari tiap hewan uji memiliki
berat badan yang berbeda-beda, dan memiliki luas permukaan yang berbeda pula.
Namun, pada mencit yang lain mengalami durasi tak terhingga sampai waktu yang
telah ditentukan. Sampai batas waktu terakhir mencapai rata-rata lebih dari 50
menit mencit belum juga menunjukkan hilangnya efek obat yang telah diberikan.
Hal ini dapat dipengaruhi karena cara pemberian obat yang
salah yaitu dengan kesalahan teknis saat penyuntikan seperti keraguan menyuntik sehingga obat
tidak masuk dalam sekali suntik, tidak semua obat dapat masuk ketempat
penyuntikan, penyuntikan yang tidak tepat sasaran. Hal-hal tersebut sangat mempengaruhi
efek terapi dalam obat.
VII.
KESIMPULAN
1. Pemberian
obat subkutan adalah pemberian obat melalui suntikan ke area bawah kulit yaitu
pada jaringan konektif atau lemak di bawah dermis Larutan
sedapat mungkin isotonis, sedang pH sebaiknya netral, tujuannya untuk
mengurangi iritasi jaringan dan mencegah kemungkinan terjadinya nekrosis
(mengendornya kulit). Jumlah larutan yang disuntikkan tidak lebih dari 0,5 ml.
2. Kelebihan dari
pemberian secara subkutan yakni absorpsinya
lebih cepat dibandingkan secara peroral dan dapat digunakan untuk obat yang
rusak oleh enzim pencernaan, dan untuk obat dengan pelepasan yang
perlahan-lahan dan lama. Subkutan
juga memiliki kekurangan yang perlu kita ketahui, yaitu harus menggunakan
teknik steril, lebih mahal dibandingkan oral, hanya dapat diberikan dalam
volume kecil, lebih lambat dibandingkan pemberian intraperitonial, dapat
menyebabkan ansietas(kecemasan yang berlebihan dan lebih bersifat subyektif),
serta rasa sakit
dan kerusakan kulit. Kerugian lain yang rentan ditimbulkan pada subkutan adalah
sekali
digunakan, obat dengan segera menuju ke organ targetnya. Jika pasien
hipersensitivitas terhadap obat atau overdosis setelah penggunaan, efeknya
sulit untuk dikembalikan lagi. Pemberian beberapa bahan melalui kulit membutuhkan
perhatian sebab udara atau mikroorganisme dapat masuk ke dalam tubuh. Efek
sampingnya dapat berupa reaksi phlebitis, pada bagian yang diinjeksikan.
3. Pada
praktikum pemberian obat secara subkutan
terhadap hewan uji didapatkan waktu onset dan durasi yang menyimpangan. Karena dari keempat mencit yang dilakukan pengamatan terdapat
1 mencit yang memiliki onset dan durasi yang menyimpang dari yang lain. Ketiga
mencit mengalami onset rata-rata ±20 menit, dan durasi yang tak terhingga yang
rata-rata lebih dari 50 menit. Penyimpangan disebabkan oleh berbagai
faktor pengganggu antara lain kondisi biologis hewan uji, faktor internal dan
eksternal mencit.
VIII.
DAFTAR
PUSTAKA
Alimul, Aziz.H. 2006. Kebutuhan Dasar Manusia 1. Jakarta:
Salemba Medika
Ganiswara, Sulistia G (Ed).
1995. Farmakologi dan Terapi Edisi IV.
Jakarta : Balai Penerbit Falkultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Priyanto. 2008. Farmakologi Dasar Edisi II. Depok : Leskonfi,
Sihombing, Ferdinan. 2010. Farmakologi Dasar dan Klinik. Jakarta: Salemba Medika.
Tjay,Tan Hoan dan K. Rahardja. 2002. Obat-obat Penting. Jakarta : PT Gramedia.