Kamis, 23 Oktober 2014

subkutan


LAPORAN PRAKTIKUM
FARMAKOLOGI
CARA PEMBERIAN OBAT PHENOBARBITAL
SECARA SUBKUTAN
kmpus
Disusun Oleh :
Ajeng Wijayani        ( 13.03?? )
Eliya Ulfa                  ( 13.03?? )
Fifi Afilia                   ( 13.03?? )
Noviana                     ( 13.03?? )
Veni Ardiyani           ( 13.0340 )

                                      Tanggal Praktikum : 2 April 2014
                                      Hari Praktikum       : Rabu
                                      Dosen Pembimbing : Paulina Maya Octasari, S. Farm., Apt
                                                                  Ella Wahyu Ferbiana, S. Farm., Apt

LABORATORIUM FARMAKOLOGI
AKADEMI FARMASI THERESIANA
SEMARANG
2014
CARA PEMBERIAN OBAT PHENOBARBITAL
SECARA SUBKUTAN

I.                   TUJUAN PRAKTIKUM
1.      Mahasiswa mampu mengenal cara dan rute pemberian obat phenobarbital secara subkutan.
2.      Mahasiswa mampu memahami konsekuensi praktis dari pengaruh rute pemberian obat phenobarbital secara subkutan.
3.      Mahasiswa mampu mengenal manifestasi berbagai efek obat yang diberikan.

II.               DASAR TEORI
Dalam melakukan suatu penelitian, dibutuhkan suatu hewan percobaan. Salah satu hewan percobaan yang sering digunakan adalah mencit ( Mus musculus ). Mencit banyak digunakan dalam berbagai bidang penelitian ilmiah. Morfologi mencit yang kecil tampak praktis sehingga dalam ruangan yang relative kecil dapat dipelihara atau digunakan untuk penelitian dalam jumlah banyak (Sihombing, 2010).
Rute pemberian obat menentukan jumlah dan kecepatan obat masuk ke dalam tubuh, sehingga merupakan penentu keberhasilan terapi atau kemungkinan timbulnya efek yang merugikan. Rute pemberian obat dibagi menjadi dua yaitu internal dan parenteral (Priyanto, 2008).
Jalur internal berarti pemberian obat melalui saluran gastrointestinal, seperti pemberian obat melalui sublingual, bukal, rektal, dan oral. Pemberian obat oral paling banyak digunakan karena paling mudah, murah, dan aman. Kerugiannya adalah absorbsinya lambat, tidak dapat diberikan kepada pasien yang tidak sadar, atau tidak dapat menelan (Priyanto, 2008).
Jalur parenteral berarti tidak melalui gastrointestinal. Termasuk jalur parenteral adalah transdermal (topikal), injeksi, endotrakeal, dan inhalasi. Pemberian obat melalui jalur ini dapat menimbulkan efek sistemik atau lokal (Priyanto, 2008).
Cara pemberian obat melalui parenteral tertentu seperti intradermal, intramuscular, subkutan, dan intraperitoneal melibatkan proses penyerapan obat yang berbeda-beda. Proses penyerapan dasar penting dalam menentukan aktifitas farmakologis obat. Kegagalan atau kehilangan obat selama proses penyerapan akan mempengaruhi aktifitas obat dan menyebabkan kegagalan pengobatan (Tjay dan Rahardja, 2002).

III.            ALAT dan BAHAN

ALAT
BAHAN
Spuit  – 1 inch
Larutan Luminal Natrium 1%
Beaker glass
Mencit Jantan galur Swiss
Jarum
Larutan NaCl
Labu takar


IV.             CARA KERJA
a.      Pembuatan Larutan Stok ( Larutan Luminal Natrium )
Hitung konsentrasi larutan stok
Dosis Phenobarbital : 30 – 120 mg ( Drug Information Handbook )
i.     Dosis untuk manusia 70 kg =   x ( 30 – 120 mg ) = 42 – 168 mg

ii.   Dosis untuk mencit 20 gram
= 0,0026 x ( 42 – 168 mg ) = 0,1092 – 0,4368 mg
Dosis yang diambil untuk perhitungan konsentrasi larutan
= ( 0,1092+0,4368) / 2 = 0,273 mg

iii. Konsentrasi larutan : D x BB = C x V
=  x 38 g = C x 0,5 ml
= 0,52 mg = C x 0,5 ml
C =  = 1,04 mg / ml ( 1 mg/ml )

iv. Pembuatan 50 ml larutan stok :
V1. C1 = V2. C2
50 ml . 1 = V2 . 100
     50 ml = V2 . 100
V2 =  = 0,5 ml
Luminal 0,5 ml ad 50 ml NaCl


Dipipet Luminal sebanyak 0,5 ml → labu takar 50 ml
Ditambahkan NaCl → labu takar 50 ml hingga tanda

Larutan NaCl untuk hewan uji sebagai kontrol negatif :
Dipipet NaCl sebanyak 2 ml → vial

b.      Prosedur pemberian phenobarbital kedalam hewan uji
Dipegang mencit pada tengkuknya
Disuntikkan larutan phenobarbital kedalam jaringan kulit didaerah tengkuk pada mencit

c.       Pengamatan hewan uji
Dicatat waktu pemberian obat pada hewan uji, mulai timbulnya efek ( onset ) dan hilangnya efek ( durasi )
Efek yang diamati diantaranya :
a)      Aktifitas spontan dari respon terhadap rangsangan/stimulus pada keadaan normal.
b)      Perubahan aktifitas baik spontan maupun distimulasi.
c)      Usaha untuk menegakkan diri tidak berhasil.
d)     Diam, tidak bergerak, usaha untuk menegakkan diri tidak lagi dicoba.
e)      Catat waktu hingga mencit sadar.

V.                HASIL dan PENGOLAHAN DATA SERTA GRAFIK
Volume pemberian obat phenobarbital tiap mencit :
 D x BB = C x Vp

                        D   = Dosis untuk mencit/hewan uji ( mg/g )                                                                          BB = Berat badan tiap mencit/hewan uji ( gram )                                                              C    = konsentrasi larutan stok ( mg/ml)                                                                                     Vp = Volume pemberian ( ml )
1.       x 28,0 g =  1 mg/ml x Vp
Vp = 0,38 ml
2.       x 22,7 g = 1 mg/ml x Vp
Vp = 0,31 ml
3.       x 26,6 g = 1 mg/ml x Vp
Vp = 0,36 ml
4.       x 24,9 g = 1 mg/ml x Vp
Vp = 0,34 ml
5.       x 33,2 g = 1 mg/ml x Vp
Vp = 0,45 ml → kontrol negatif ( 0,25 ml NaCl )

Hewan uji
Onset
Durasi
Kontrol negatif
0 menit
0 menit
R 1
18.03-18.15(12 menit)
18.15-18.41(26 menit)
R 2
17.52-18.14(22 menit)
18.1419.05
R 3
17.58-18.20(22 menit)
18.2019.05
R 4
17.54-18.14(20 menit)
18.1419.05

Text Box: EFEK ( ONSET ) DAN HILANGNYA EFEK    ( DURASI ) PHENOBARBITAL PADA HEWAN UJIDisimpulkan pada ketiga hewan uji ini tidak menunjukkan hilangnya efek obat yang telah diberikan hingga pukul 19.05 yaitu lebih dari 50 menit.
Text Box: menitText Box: Kelompok Perlakuan                                   

VI.             PEMBAHASAN
Pada praktikum ini dilakukan pengamatan cara pemberian obat phenobarbital secara subkutan, dilakukan dengan cara disuntikkan kedalam jaringan kulit didaerah tengkuk pada hewan uji yang akan kita gunakan yaitu menggunakan mencit jantan. Pengamatan ini tidak menggunakan mencit betina karena pada mencit betina mengalami siklus menstruasi. Perbedaan hormon saat menstrusi pada mencit betina dapat mempengaruhi efek obat pada mencit, oleh karena itu kita menggunakan mencit jantan yang tidak memiliki siklus menstruasi dan kapanpun bisa kita gunakan untuk bahan pengamatan tanpa memikirkan siklus yang dialami hewan uji. Mencit sering digunakan sebagai hewan percobaan dalam praktikum farmakologi dalam berbagai bentuk percobaan. Hal ini dikarenakan mencit memiliki sistem metabolisme yang sangat cepat diantara hewan yang lain, sehingga dapat menghasilkan efek yang cepat dan tidak perlu menunggu timbulnya efek dan hilangnya efek dalam jangka waktu yang lama saat melakukan pengamatan dengan berbagai rute pemberian obat. Selain itu mencit adalah salah satu hewan yang mudah ditangani, mudah dipelihara dengan memiliki karakteristik yang mudah ditangani, bersifat penakut, fotofobik, cenderung berkumpul dengan sesamanya, bersembunyi dan dan lebih aktif beraktifitas pada malam hari. Sebelum dilakukan pengamatan, hewan uji terlebih dahulu dipuasakan selama ±24 jam, hal ini bertujuan agar obat yang diberikan pada mencit/hewan uji tidak terganggu absorbsinya dalam saluran pencernaan, sehingga reaksi lebih cepat ditimbulkan.
Sebelum kita menentukan volume pemberian untuk tiap mencit/hewan uji, kita terlebih dahulu menimbang berat badan dari tiap mencit/hewan uji. Karena dosis yang diberikan tiap mencit akan berbeda-beda, tergantung dari berat yang dimiliki tiap mencit. Pada kelompok kami, mencit/hewan uji yang memiliki berat badan terbesar kita gunakan sebagai hewan kontrol negatif. Hewan uji/mencit yang digunakan sebagai kontrol negatif, hanya diberikan 0,25 ml NaCl ( Natrium Chlorida ). NaCl digunakan sebagai larutan pembawa karena pada penyuntikan sediaan harus isotonis dengan cairan tubuh. Karena jika tidak isotonis maka akan mempengaruhi penyerapan obat dalam tubuh, sehingga efek yang diharapkan tidak dapat muncul, tidak hanya itu tetapi juga dapat menimbulkan rasa sakit, sel-sel sekitar penyuntikan dapat rusak. Isotonis adalah  suatu keadaan dimana tekanan osmotis larutan obat yang sama dengan tekanan osmotis cairan tubuh kita. Sedangkan pH sebaiknya netral, tujuannya untuk mengurangi iritasi jaringan dan mencegah kemungkinan terjadinya nekrosis (mengendornya kulit).
Fenobarbital, asam 5,5-fenil-etil barbiturate merupakan senyawa organik pertama yang digunakan dalam pengobatan antikonvulsi. Kerjanya membatasi penjalaran aktivitas bangkitan dan menaikkan ambang rangsang. Efek utama barbiturat ialah depresi SSP. Semua tingkat depresi dapat dicapai mulai dari sedasi, hipnosis, berbagai tingkat anesthesia, koma, sampai dengan kematian. Efek hipnotik barbiturate dapat dicapai dalam waktu 20-60 menit dengan dosis hipnotik. Tidurnya merupakan tidur fisiologis, tidak disertai mimpi yang mengganggu (Ganiswara, 1995).
Barbiturat secara oral diabsorbsi cepat dan sempurna. Bentuk garam natrium lebih cepat diabsorbsi dari bentuk asamnya. Mula kerja bervariasi antara 10-60 menit, bergantung kepada zat serta formula sediaan dan dihambat oleh adanya makanan didalam lambung. Barbiturat didistribusi secara luas dan dapat lewat plasenta, ikatan dengan PP sesuai dengan kelarutannya dalam lemak, thiopental yang terbesar, terikat lebih dari 65%. Kira-kira 25% fenobarbital dan hampir semua aprobarbital diekskresi kedalam urin dalam bentuk utuh (Ganiswara, 1995).
Pemberian obat subkutan adalah pemberian obat melalui suntikan ke area bawah kulit yaitu pada jaringan konektif atau lemak di bawah dermis. Injeksi subkutan dilakukan dengan menyuntikan jarum menyudut 45 derajat dari permukaan kulit. Kulit sebaiknya sedikit dicubit untuk menjauhkan jaringan subkutis dari jaringan otot. Pemberian obat melalui subkutan ini umumnya dilakukan dalam program pemberian insulin yang digunakan untuk mengontrol kadar gula darah. Tehnik ini digunakan apabila kita ingin obat yang disuntikan akan diabsorbsi oleh tubuh dengan pelan dan berdurasi panjang (slow and sustained absorption). (Aziz,2006)
Tujuan dari injeksi subkutan ini adalah agar obat dapat menyebar dan diserap secara perlahan-lahan. Banyak jenis obat yang diberikan secara subcutan atau tepat dibawah kulit diantaranya vaksin,obat prabedah, narkotik, insulin, dan heparin. Tempat terbaik  untuk injeksi subkutan meliputi area vaskular disekitar bagian luar lengan atas, abdomen batas bawah kosta sampai krista iliaka,dan bagian anterior paha. Dibandingkan dengan injeksi intraperitonial dan per oral yang telah kita lakukan pengamatan sebelumnya, subkutan ini absorpsinya relatif lebih lambat dibandingkan intra peritonial, namun lebih cepat dibandingkan per oral. Hal ini dikarenakan pada subkutan pelepasan zat aktifnya perlahan-lahan, sedangkan pada intra peritonial tepatnya pada rongga peritoneum mempunyai permukaan absorbsi yang sangat luas sehingga obat dapat masuk kedalam sirkulasi sistemik secara cepat. Namun, pada rute pemberian per oral relatif lebih lambat absorpsinya dikarenakan melewati rute yang sangat panjang, oleh karena itu obat tidak dapat langsung diabsorpsi secara cepat.
Dari setiap rute pemberian obat memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Dan pada rute pemberian obat phenobarbital secara subkutan ini memiliki kelebihan diantaranya absorpsinya lebih cepat dibandingkan secara peroral dan dapat digunakan untuk obat yang rusak oleh enzim pencernaan, dan untuk obat dengan pelepasan yang perlahan-lahan dan lama. Subkutan juga memiliki kekurangan yang perlu kita ketahui, yaitu harus menggunakan teknik steril, lebih mahal dibandingkan oral, hanya dapat diberikan dalam volume kecil, lebih lambat dibandingkan pemberian intraperitonial, dapat menyebabkan ansietas(kecemasan yang berlebihan dan lebih bersifat subyektif), serta rasa sakit dan kerusakan kulit. Kerugian lain yang rentan ditimbulkan pada subkutan adalah sekali digunakan, obat dengan segera menuju ke organ targetnya. Jika pasien hipersensitivitas terhadap obat atau overdosis setelah penggunaan, efeknya sulit untuk dikembalikan lagi. Pemberian beberapa bahan melalui kulit membutuhkan perhatian sebab udara atau mikroorganisme dapat masuk ke dalam tubuh. Efek sampingnya dapat berupa reaksi phlebitis, pada bagian yang diinjeksikan. Phlebitis adalah peradangan pada dinding pembuluh darah.
Efek yang diamati pada praktikum ini adalah onset dan durasi. Yang dinamakan dengan onset yakni waktu dari awal pemberian obat sampai mencit itu tertidur atau tidak bergerak dengan adanya gangguan lain. Sedangkan durasi yaitu waktu lamanya mencit itu tertidur sampai bangun lagi. Dari hasil pengamatan yang telah kami lakukan, didapatkan mencit yang digunakan sebagai kontrol negatif tidak mengalami onset dan durasi, karena pada mencit ini hanya diberikan larutan NaCl tanpa zat aktif. Dan pada mencit R 1 mengalami onset lebih cepat dibandingkan mencit yang lainnya. Hal ini dapat dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal dari hewan uji yaitu keadaan lingkungan, kebersihan kandang, dan cara perlakuan hewan uji juga mempengaruhi efek obat yang ditimbulkan. Namun, rata-rata onset atau efek yang ditimbulkan tidak jauh berbeda yaitu berkisaran ±20 menit. Dan durasi yang dihasilkan dari tiap mencit pun berbeda, dari mencit R1 yang mengalami durasi paling cepat dibandingkan mencit yang lain, hal ini mungkin dikarenakan faktor kebisingan dan kondisi dari hewan uji itu sendiri. Karena dari tiap hewan uji memiliki berat badan yang berbeda-beda, dan memiliki luas permukaan yang berbeda pula. Namun, pada mencit yang lain mengalami durasi tak terhingga sampai waktu yang telah ditentukan. Sampai batas waktu terakhir mencapai rata-rata lebih dari 50 menit mencit belum juga menunjukkan hilangnya efek obat yang telah diberikan. Hal ini dapat dipengaruhi karena cara pemberian obat yang salah yaitu dengan kesalahan teknis saat penyuntikan seperti keraguan menyuntik sehingga obat tidak masuk dalam sekali suntik, tidak semua obat dapat masuk ketempat penyuntikan, penyuntikan yang tidak tepat sasaran. Hal-hal tersebut sangat mempengaruhi efek terapi dalam obat.

VII.         KESIMPULAN
1.      Pemberian obat subkutan adalah pemberian obat melalui suntikan ke area bawah kulit yaitu pada jaringan konektif atau lemak di bawah dermis Larutan sedapat mungkin isotonis, sedang pH sebaiknya netral, tujuannya untuk mengurangi iritasi jaringan dan mencegah kemungkinan terjadinya nekrosis (mengendornya kulit). Jumlah larutan yang disuntikkan tidak lebih dari 0,5 ml.
2.      Kelebihan dari pemberian secara subkutan yakni absorpsinya lebih cepat dibandingkan secara peroral dan dapat digunakan untuk obat yang rusak oleh enzim pencernaan, dan untuk obat dengan pelepasan yang perlahan-lahan dan lama. Subkutan juga memiliki kekurangan yang perlu kita ketahui, yaitu harus menggunakan teknik steril, lebih mahal dibandingkan oral, hanya dapat diberikan dalam volume kecil, lebih lambat dibandingkan pemberian intraperitonial, dapat menyebabkan ansietas(kecemasan yang berlebihan dan lebih bersifat subyektif), serta rasa sakit dan kerusakan kulit. Kerugian lain yang rentan ditimbulkan pada subkutan adalah sekali digunakan, obat dengan segera menuju ke organ targetnya. Jika pasien hipersensitivitas terhadap obat atau overdosis setelah penggunaan, efeknya sulit untuk dikembalikan lagi. Pemberian beberapa bahan melalui kulit membutuhkan perhatian sebab udara atau mikroorganisme dapat masuk ke dalam tubuh. Efek sampingnya dapat berupa reaksi phlebitis, pada bagian yang diinjeksikan.
3.      Pada praktikum pemberian obat secara subkutan terhadap hewan uji didapatkan waktu onset dan durasi yang menyimpangan. Karena dari keempat mencit yang dilakukan pengamatan terdapat 1 mencit yang memiliki onset dan durasi yang menyimpang dari yang lain. Ketiga mencit mengalami onset rata-rata ±20 menit, dan durasi yang tak terhingga yang rata-rata lebih dari 50 menit. Penyimpangan disebabkan oleh berbagai faktor pengganggu antara lain kondisi biologis hewan uji, faktor internal dan eksternal mencit.

VIII.      DAFTAR PUSTAKA

Alimul, Aziz.H. 2006. Kebutuhan Dasar Manusia 1. Jakarta: Salemba Medika
Ganiswara, Sulistia G (Ed). 1995. Farmakologi dan Terapi Edisi IV. Jakarta : Balai Penerbit Falkultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Priyanto. 2008. Farmakologi Dasar Edisi II. Depok : Leskonfi,
Sihombing, Ferdinan. 2010. Farmakologi Dasar dan Klinik. Jakarta: Salemba Medika.
Tjay,Tan Hoan dan K. Rahardja. 2002. Obat-obat Penting. Jakarta : PT Gramedia.